Friday 8 November 2013

Hijrah


 Kontekstualisasi Hijrah


 Berbicara tentang hijrah diingatkan pada sebuah peristiwa Agung yang dilakukan oleh Rasulullah yaitu  berpindahnya beliau dari Makkah ke Madinah, sesuai dengan perintah Allah untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Namun,  dalam kehidupan kekinian kata hijrah harus dimaknai ulang dan dikontekstualisasi agar lebih fungsional dan mengakar dalam kehidupan manusia. Hijrah dalam era kekinian dapat dipahami sebagai bentuk transformasi di seluruh lapisan masyarakat. 
Karena ada proses transformasi maka hijrah tidak saja dipahami perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi pemaknaannya tidak semata-mata diukur dengan jarak misalnya, antara Makkah-Madinah, lebih dari itu,  hijrah   adalah perpindahan dinamis yang mengandaikan adanya kesadaran untuk meninggalkan perilaku tercela menuju perilaku yang utama.
Peristiwa hijrah menurut Mahfud MD adalah upaya memilih strategi untuk melakukan perlawanan politik terhadap perpolitikan kaum jahiliyah yang zalim dan tidak adil. Sehingga dalam konteks sekarang, jika kita hendak mengambil hikmah dari hijrah secara politik, maka kita harus melawan segala bentuk ketidakadilan dan kesombongan kekuasaan. 
Sedang Cendekiawan Muslim, Prof. Azyumardi Azra berpendapat bahwa hijrah semestinya menjadi momentum umat Islam untuk memperkuat tekad hijrah dari sikap hidup yang koruptif ke hidup dengan integritas yang bebas dari berbagai bentuk kemaksiatan. Kasus yang kian marak saat ini seperti korupsi, miras dan narkoba, seharusnya menjadi pembelajaran kedepan agar perjalanan umat Islam Indonesia sebagai bangsa semakin lebih baik.
Dalam konteks kebangsaan umat Islam harus meningkatkan kualitas Iman, Islam dan Ihsan guna mengaktualisasikan kesalehan personal menjadi kesalehan sosial. Hanya dengan begitu umat Islam dapat mewujudkan Islam sebagai  rahmatan lil 'alamin. Hilangnya kesalehan sebagian umat Islam saat ini, telah dipicu sebagian umat hanya saleh secara personal. 
Rajin melakukan macam-macam  ibadah, tapi itu hanya berlaku di masjid. Ketika  di luar itu, sikap mereka tidak saleh, tidak takut pada Allah dengan melakukan korupsi dan maksiat-maksiat lain. Seharusnya menjadi Islam tidak hanya di masjid, tapi juga di pasar, di kantor, di jalan raya dan sebagainya. Di sinilah hijrah menemukan momentum yang cukup baik untuk diambil hikmah sebagai pijakan dasar melakukan perbaikan diri, menumbuhkan integritas bangsa, dan mengembangkan perilaku utama agar muncul budaya santun, teratur, adil, sejahtera dan makmur.

0 komentar: